BAGIAN 2 : DONGENG MISTERI DESA CERUK BAJUL

MISTERI DESA CERUK BAJUL
Penulis : Siswo Nurwahyudi



2.     MISTERI DI BALIK KUTUKAN

Orang mungkin bertanya, apa yang menarik dari Ceruk Bajul? Sebuah desa terpencil dan terkutuk ini sehingga banyak orang berbondong-bondong mengunjunginya.

Selain memperoleh fasilitas secara gratis, banyak alasan bagi mereka yang datang ke Ceruk Bajul. Ada yang sekedar penasaran pada kisah misterinya, ada yang sekedar ikut-ikutan saja, ada para petualang yang memburu sensasi, para pakar sosiologi juga rajin datang dengan beragam alasan, para pakar sejarah juga punya alasan sendiri, para tokoh spiritual punya misi masing-masing. Yang seniman atau budayawan, yang teknokrat, para birokrat, para politisi, para pengusaha, mahasiswa, bahkan orang biasa, kaya atau miskin, atau mungkin juga para punggawa intelijen negara. Welcome...., semua disambut dengan pintu yang selalu terbuka lebar, siapapun, kapanpun, jam berapapun. Semua diterima apa adanya tanpa perlakuan yang berbeda, tak ada yang diistimewakan atau diacuhkan, tak ada yang dipersulit atau dipermudah. Justru para pelancong itulah yang memperlakukan diri mereka sendiri secara berbeda (:maklum saja, sebab kepentingan mereka datang di Ceruk Bajul pun tak seragam). Banyak diantara mereka sudah berkunjung berkali-kali. Dari daftar tamu yang ada di buku tamu desa dan dari catatan di tempat-tempat penginapan tercatat ada jutaan orang yang sama sudah berkunjung puluhan kali, ratusan diantaranya tinggal dengan durasi yang cukup lama dalam setiap kunjungannya.  Jika menyimak dari catatan buku kehadiran tamu tersebut, rata-rata orang yang sama akan cenderung mengulangi kunjungannya ke Ceruk Bajul, terlebih saat musim liburan. Tetapi meski para pelancong datang hilir mudik, tak pernah membuat fasilitas akomodasi overload. Sebab memang jarang yang berani tinggal lama di Ceruk Bajul karena takut terkena kutukan, atau juga disebabkan banyak yang lebih suka menginap di rumah-rumah penduduk jika tinggal dalam waktu yang lama berbaur dengan warga lokal.

Pada bulan-bulan yang disakralkan oleh masyarakat Ceruk Bajul, jumlah para spiritualis dari berbagai agama dan aliran kepercayaan yang datang meningkat tajam, terlebih lagi saat 40 hari menjelang memasuki bulan Asyura (:yaitu saat dimana masyarakat Ceruk Bajul sangat memerlukan kehadiran para tokoh spiritual untuk membimbing dan mendampingi mereka selama 40 hari penuh melakukan ritual pembersihan diri dari segala perbuatan dosa yang mungkin telah mereka perbuat selama setahun terakhir). Pula saat-saat itu dimana orang-orang keturunan asli Ceruk Bajul yang ada di rantauan pun pulang ke kampung halaman untuk mengikuti ritual penyucian diri agar terhindar dari kutukan. Inilah saat-saat paling kritis bagi masyarakat Ceruk Bajul menghadapi datangnya kutukan. Umumnya para pelancong pun turut serta dalam ritual itu jika mereka memutuskan untuk memilih tetap tinggal di Ceruk Bajul sampai lewat tengah bulan di bulan Asyura, sebab ketika kutukan datang akan berlaku juga bagi siapa saja yang berada di dalam wilayah desa Ceruk Bajul. Dan banyak juga yang memilih pergi dari Ceruk Bajul ataupun tidak berkunjung karena takut menghadapi kutukan. Pada umumnya mereka ini pergi dari Ceruk Bajul usai menyaksikan pergelaran Wayang Krucil semalam suntuk sebagai penanda dimulainya rangkaian ritual  penyucian diri.
                                                                              
(:Wayang Krucil tergolong ke dalam wayang panji yang melakonkan cerita-cerita Panji dan Babad Tanah Jawa, khususnya cerita era Majapahit. Anak wayangnya terbuat dari bahan papan kayu setebal kurang lebih satu centimeter yang diukir dan diwarnai. Pada umumnya dibuat dari akar pohon karena karakter serat kayunya lebih ulet dan tidak mudah patah,. Bentuk anak wayangnya hampir mirip dengan wayang kulit, dan cara memainkan pun seperti wayang kulit. Hanya saja jumlah anak wayangnya tak sebanyak wayang kulit. Sebab satu anak wayang bisa memerankan bermacam tokoh yang berbeda dengan karakter yang (kurang lebih) sama dalam lakon yang berbeda. Misal, anak wayang dengan karakter tokoh raja jahat maka selalu akan menjadi tokoh raja jahat dan sebaliknya karakter raja baik maka dalam cerita apapun akan menjadi tokoh raja baik, jika karakternya kesatria baik maka di setiap cerita pasti akan menjadi tokoh kesatria yang baik. Pendeknya seperti aktor-aktris di film-film India itu lho! Persebaran Wayang ini ada di sebagian wilayah Jawa, khususnya Jawa Timur).

Khusus pergelaran Wayang Krucil di Ceruk Bajul selalu melakonkan kisah Babad Ceruk Bajul, tidak pernah lain cerita. Alasannya, menurut Kyai Sungging Hadipitaya salah seorang tokoh adat desa Ceruk Bajul yang juga seorang tokoh budayawan kondang, itu sudah menjadi bagian dari kutukan. “Boleh digelar (lakon yang lain) asal selain Wayang Krucil. Wayang Thengul, Wayang Kulit, Wayang Beber, itu boleh asal tidak pada saat bulan-bulan yang disakralkan.” Tutur mbah Sungging. “Pokoknya kalau (wayang) Krucil harus lakon Babad Ceruk Bajul, dan tidak boleh di sembarang waktu dan tempat!” tegasnya. Hal ini dibenarkan oleh Prof. Dr. Nguripan Hadi Sutomo dan Prof. Dr. Seto Buwono Sadikun pakar sastra dan filologi yang juga sesepuh Desa Ceruk Bajul. Dari pergelaran Wayang Krucil inilah dapat disimak tentang asal-muasal terjadinya kutukan Ceruk Bajul secara lengkap, tak heran jika orang tidak ingin melewatkan begitu saja. Bagi warga desa Ceruk Bajul, pergelaran wayang ini adalah media yang efektif agar mereka selalu ingat pada kutukan yang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka hingga suatu saat dimana kutukan itu akan berakhir kelak.

Inti dari kisah Babad Ceruk Bajul mengisahkan tentang penderitaan seorang Pangeran dari negeri seberang yang diculik oleh gerombolan Bajul Ireng ketika turut serta dalam perjalanan Ayah dan ibunya (Raja dan Permaisuri) beserta rombongan prajurit pengawal menuju ke pusat kerajaan Majapahit untuk menyerahkan upeti sebagai tanda kesetiaan. Di tengah perjalanan diserang oleh kelompok perompak Bajul Ireng. Peristiwa itu menewaskan ayahnya dan seluruh prajurit pengawal. Yang selamat hanya para perempuan pelayan (dayang), dirinya dan ibunya yang kemudian dibawa ke Ceruk Bajul dan dijadikan budak oleh gerombolan Bajul Ireng. Waktu itu usianya baru menginjak 11 tahun. Tidak disebutkan dalam kisah siapa nama sebenarnya si Pangeran muda itu, dirinya hanya memperkenalkan diri bahwa namanya adalah Raden Mas Walat atau biasa dipanggil Raden Walat.

Dimulailah fase penderitaan demi penderitaan bagi sang Pangeran. Semakin lama semakin berat penderitaan itu disandangnya. Bisa dibayangkan, sebagai seorang Pangeran yang terbiasa hidup serba mewah dan berkuasa dalam waktu sekejap roda hidupnya berputar 180 derajat. Kini ibunya dan dirinya diperlakukan semena-mena, disiksa dan dijadikan budak nafsu oleh gerombolan yang berperilaku kasar dan bengis. Perlakuan yang sama juga diderita oleh semua orang yang diculik oleh Bajul Ireng. Hingga suatu hari ibunya memilih mengakhiri hidupnya di depan matanya karena tak kuat menanggung nasib, sebilah keris beracun menghujam persis dijantungnya. Seandainya ibunya tidak berpesan kepadanya untuk tetap bertahan hidup agar kelak bisa mengakhiri kekejaman Bajul Ireng ia pun ingin menyusul ibunda tercinta ke alam baka.

Bertahun-tahun Raden Walat menerima siksaan demi siksaan, dicambuk, dipukul, ditendang. disodomi secara bergiliran, dan bentuk-bentuk siksaan lain yang terlalu panjang untuk diceritakan di sini. Gerombolan Bajul Ireng memang benar-benar tak mengenal adat, jorok dan tak mengenal malu. Jika buang kotoran dilakukan di sembarang tempat, tak peduli di dalam rumah pun dilakukan sembarangan saja. Jika demikian maka yang diperintah untuk membersihkannya adalah para budak tak terkecuali Raden Walat. Bersetubuh pun (lebih tepatnya memperkosa) dilakukan di sembarang waktu dan tempat, bahkan lebih bangga jika dilakukan di tempat terbuka di hadapan mata banyak orang untuk menunjukkan kejantanan sebagai lelaki sejati. Tak terkecuali terhadap Raden Walat, dimana ada yang mau di situ Raden Walat diseret dan disodomi, lebih sering dilakukan beramai-ramai.
                                                                                                   
Penderitaan yang dialami dan dirasakan Raden Walat selama bertahun-tahun sudah tak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata. Bahkan gerombolan ini memperlakukan anjing-anjing piaraan melebihi merawat anak-anaknya sendiri. Jauh berbeda perlakuan terhadap para budak? Bagi mereka anjing-anjing piaraan derajatnya jauh lebih tinggi dari para budak. Gerombolan ini memang suka memelihara anjing, terutama jenis anjing pemburu. Anjing adalah harta yang paling mahal, lain tidak. Mereka tak segan-segan membunuh anak sendiri, tetapi sekalipun tak pernah membunuh anjing.

Pada masa awal-awal penderitaanya memang ia merasa marah dan hatinya dipenuhi oleh bara dendam kesumat. Tetapi kemudian kelak ketika ia mulai rajin dan khusuk bersemadi berserah diri pada Yang Maha Kuasa sedikit demi sedikit perasaan marah, sakit hati, dendam berangsur pudar. Ia Ikhlaskan penderitaanya, berserah diri penuh kepada Sang Pencipta. Setiap menjelang tengah malam Raden Walat pergi menyelinap menuju air terjun. Di balik air terjun itu ia menemukan sebuah lubang yang tak seberapa dalam, hanya sedalam delapan langkah saja, meski agak sempit tetapi cukup bagi tubuhnya yang kurus kering itu masuk dan duduk dengan nyaman. Ia lakukan persemadian itu hingga menjelang fajar tanpa diketahui siapapun. Tak terasa ia lakukan itu hampir selama 16 tahun. Kini di usianya yang menginjak 42 tahun jiwa dan batin pikirnya semakin matang. Ia menjadi lebih tenang, lembut dalam bersikap dan bertutur, memandang dan menyikapi perlakuan bejat para anggota Bajul Ireng pun dengan keikhlasan dan cinta kasih yang dalam. Sikap kasar dibalasnya dengan sikap sabar dan lemah lembut. Bibirnya lebih banyak tersenyum kepada semua orang yang dijumpainya. Jika ada orang yang sakit dialah yang rajin merawat dengan penuh kasih sayang, tak peduli sapapun itu tak terkecuali anggota Bajul Ireng atau anak istri mereka. Juga jika ada binatang yang sakit dirawatnya hingga sembuh. Meski sikapnya itu tak membuat perlakuan Bajul Ireng berubah kepadanya, ia tak peduli. Kini dalam prinsip hidupnya cinta kasih adalah yang utama. Bahkan kejahatan yang paling keji sekalipun tetap akan dibalasnya dengan keikhlasan, ketulusan dan cinta kasih yang dalam.

Baru ketika usia Raden Walat menginjak 65 tahun, perlakuan kasar para anggota gerombolan terhadap dirinya mulai berangsur berkurang. Kemudian lama kelamaan ia dibiarkan saja bebas semaunya asal tidak melarikan diri keluar dari Ceruk Bajul. Saat itu Raden Walat menjelma menjadi matahari dalam kegelapan, pohon yang teduh di teriknya surya, angin yang sejuk di tengah padang gersang, danau yang menyembuhkan setiap luka, cinta dan kasihnya seperti jalan tak berujung. Dengan senjata cinta kasihnya itulah ia bertekad bulat akan mengalahkan kejahatan dan ketidakadilan.

Hingga pada suatu malam, di tengah semadinya yang khusuk Raden Walat mendapat petunjuk (wangsit) untuk mengeluarkan kutukan kepada Ceruk Bajul beserta seluruh penghuninya, nanti pada saat bulan purnamasidi, dimana bulan purnama tampak bulat sempurna dan sinarnya terang benderang (atau dikenal dengan sebutan lain: supermoon) pada bulan Asyura tahun depan. “Jangan takut dan janganlah engkau ragu akan hal itu. Kelak kutukan itu akan merubah Ceruk Bajul menjadi desa yang Subur Makmur Tata Tentrem Karta Raharja, dan akan memberikan pengaruh besar pada kehidupan manusia di dunia. Kelak Ceruk Bajul akan menjadi matahari kedua bagi umat manusia di dunia. Dan umur kutukan ini akan berakhir saat mulai munculnya tanda-tanda mendekati akhir jaman. Maka persiapkanlah dirimu sebaik-baiknya.” Begitu kata wangsit yang oleh diterima Raden Walat.

********

   Bersambung Bag. III


Support/Dukungan/Apresiasi :





Tidak ada komentar:

Posting Komentar