PUISI CATATAN SEPERTIGA RAMADHAN 1443 H / 2022 #2
ICIR-ICIR AJER-AJER
nandura wiji
dadya karang kitri
nanema ajer-ajer
ujudna pager
thole,
icir-icir ajer-ajer
niyatana kanthi manther
dina iki pasa, besuk nemu riyaya
merga urip ora mung nuju prana
Bojonegoro, sasi Pasa malem-11/1955 Saka
MALAM KE DUA BELAS
malam ini puisiku menolak pergi mengaji
rebah ia seperti bayi lelaki umur sehari
sedang di luar sana suara tadarus rasa air susu ibu
namun tetek susu di hadapan senyata lebih syahdu
Bojonegoro, Ramadhan malam ke-12/1443 H
DARI BINGKAI-BINGKAI FOTO
dua bingkai foto di dinding
dua lagi duduk di meja baca
dan wajah-wajah tersenyum
satu lagi
bingkai kecil di laci
bangkai imaji, dan
wajah bunga sunyi
jemariku di atas tuts
mengeja huruf demi huruf, cerita
yang kupetik dari bingkai-bingkai itu
kutitipkan pada langit, pada bintang-gemintang
Ramadhan tahun mendatang akan kutuai ulang, kisahnya
walau ragu akankah Tuhan suka
(semoga saja suka)
ya, semoga
Bojonegoro, Ramadhan malam ke-13/1443 H
JAM SIJI
tabuh siji
wengi ngemu wewadi
ing sirep jinem pasepen
jroning jaja
gumeter ombak samudra
kinayaa uluk tandha
lir sesangkan
nunjem rasa
dhuh Gusti, apa baya
kang bakal tumeka
Bojonegoro, Ramadhan malem-14/1955 Saka
MALAM KE LIMA BELAS
atap parkiran rusunawa bercahaya
sisa-sisa genang hujan memantulkan lampu-lampu
berpuluh kaca spion berbinar-binar seolah kunang-kunang
penat jiwaku terjebak, pantat tergolek berapi di atas sadel, lalu
kutulis sebait puisi di petak-petak paving dengan ujung kaki
menitipkan rasa suka bahagia ini hari, dan
nikmat getirnya biarlah tetap milikku, begitulah
sebab ini Ramadhan malam ke lima belas
Bojonegoro, Ramadhan malam ke-15/1443 H
MAKAN SAHUR DI TELEVISI
sahur di televisi
memasak gurauan tanpa nyala api
mendaur ulang remah limbah
malam ke malam, dijejal-jejalkan
makanlah, makanlah
tivi kumatikan
anakku tersedak setan
ahh….., napasnya kutelan
Bojonegoro, Ramadhan malam ke-16/1443 H
SIMPHONI RAMADHAN
seusai kumbang meninggalkan kembang
putik sari melambai dan membungkuk
tanda hormat telah tunai di not terakhir
maka, lembar partitur baru di pancang
sebagaimana tunai puasa hari ini
esok hari menjadi lembar berikutnya
simphoni Ramadhan adalah barisan nada-nada
tiada sepi lembar-lembar partitur dilantunkan
Bojonegoro, Ramadhan malam ke-17/1443 H
SULUH ING PASA
wus tinatah ing wewaton
doh ing nguni
uger-uger luhur
pepunjer pra winasis
kanthi lelagon
nang neng ning nung
reh rah rih ruh
manunggal rasa
nyawiji cipta-karsa
mang ming mung
marang Gusti
maring Gusti
awewaton suwuk gong
sapu jagad
jagad rat
jro ing pasa
dina wingi
dina iki
dina sesuk wis ana sing mengku
Bojonegoro, sasi Pasa malem-18/1955 Saka
DONGENG HUJAN, ANAK BEBEK, DAN KURSI
kursi-kursi jati di teras rumah tertawa geli
melihat seekor anak bebek sibuk merenangi kaca meja
langit siang yang iba bergegas menata mega-mega
hujan berirama jenaka pun jatuh dengan suka ceria
kursi-kursi menertawai rinai hujan jatuh di halaman
sebab anak bebek lebih mengacuhkan kaca meja
hujan yang sabar mengajak serta siul angin
merayu anak bebek turun bermain di rerumputan
anak bebek masih merenangi meja, tingkahnya menggemaskan
kursi-kursi tak kuasa menahan gelak sambil meledek sang hujan
sang hujan hilang sabar, kursi-kursi itu sudah sangat kurang ajar
tak lagi peduli pada si anak bebek, ia jatuhkan air dengan amarah
lalu hujan pergi meninggalkan air bah bergulung-gulung
kursi-kursi jati menjerit, dihempas-hempas deras banjir hingga jauh
anak bebek yang tak berdosa pingsan penuh luka berbalur lumpur
oh… dongeng itu seribu luka sayatan sembilu
(anakku, inilah hikmah Ramadhan
keheningan cahayanya memancarkan cinta
hadirnya mencegah segala pilu dari bencana berahi nafsu)
Bojonegoro, Ramadhan malam ke-19/1443 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar