PUISI CATATAN RAMADHAN 1443 H/2022
DARI CERITA MALAM
masih saja ada kabar
tentang ketidakadilan
dunia yang serakah
juga laku korupsi, lagi
lidah para oknum pun semakin licin
di tengah seretnya arus minyak goreng
dan sumpah serapah rakyat jelata
lagi pula ini bulan puasa
ini bulan puasa
apalah artinya?
apalah artinya?
Bojonegoro, Ramadhan malam ke-20/1443 H
MALAM DUA PULUH SATU
malam dua puluh satu
suara-suara masjid dan mushola berkumpul di kamarku
laksana ribuan anak panah berebut menuju jantungku
kubiarkan dadaku terbuka, biar
hatiku memilih sendiri ayat mana yang dipinta
untuk dirangkai kembali menjadi puisi yang lembut
untuk dikabarkan di jalanan kota yang padat, bahwa
niat berlebaran di desa bukan sekedar melunaskan hasrat
Bojonegoro, Ramadhan malam ke-21/1443 H
MALEM ROLIKUR
swara manuk dares
nyela-nyela ing antarane klelape thathit
mega ing kulon isih katon nggameng
ing langit wetan mung nyisa lintang sawiji
sapletik cahyane dakregem rapet
minangka sangu ngayahi jejibahan sesuk
haqul yakin, Gusti mesthi paring rejeki
Bojonegoro, sasi Pasa malem 22/1955 Saka
KAFE “LEGI – PAIT”
ing kafe “legi-pait”
tilas depot sate sing cures ditumpes pandemi
wengi iki kebak esem lan guyu mudha-mudhi
mung aku sawiji, aya-kinaya njlenguk tanpa rupa
ing pojok, rinasa saemper gitar semendhe tanpa senar
jinem nyurasa rasa kopi, endi legi endi pait
Bojonegoro, sasi Pasa malem 23/1955 Saka
LAPTOP
Laptop usang, dan
jemariku lincah menari
kata demi kata
kalimat demi kalimat
deras bercerita bagai riak arus di kali
dan batu-batu yang memeluk telur ikan-ikan
di layar, satu-satu menjelma gambar-gambar hitam
kisah yang mestinya kusimpan rapat-rapat
kubiarkan merdeka menemui cahayanya
Ramadhan malam ke dua puluh empat
diriku serasa malaikat yang mencoba sembunyi
sejujur-jujurnya ikhlas menipu diri dalam sepi
demi sebait puisi menentukan peta jalannya sendiri
Bojonegoro, Ramadhan malam ke-24/1443 H
KUCING HITAM
mengeong di kaki pilar
redup mata kuningnya
teras rusunawa yang terang lampu
dan aku duduk di lantai berundak
kucing hitam, tunduk kepala
menemani sisa malamku, berdua
bagai dua batang rokok merindu api
Bojonegoro. Ramadhan malam ke-25/1443 H
URIP KANDHANG BUBRAH
lakon urip tanpa tinata
saiki saiki, dina sesuk apa jare emben
saiki katon wangun, ing tembe rinasa kurang pana
sing kadhung tapis dipermak, emben digetuni
lumrah yen sasi Pasa taun iki rinasa siksa
aya kaya tan bakal nemu riyaya
Bojonegoro. sasi Pasa malem 26/1955 Saka
MENERKA HUJAN
membaca ramalan
esok malam kotaku hujan
rahmat bagi sebagian kami
sebagian lagi mencemaskan rejeki
manusia, oh makhluk jumawa
suka-suka menerka makna
sedang nasib tak pernah lupa
esok hari berpihak pada siapa
Bojonegoro, Ramadhan malam ke-27/1443 H
MENJAWAB TEKA-TEKI LANGIT DI KACA
gerimis sisa hujan
jemariku kuyup
pikiran berembun
Ramadhan malam ke dua puluh delapan
elok lampu kota berderet
bingkai jendela lantai tiga rusunawa
dan seonggok retorika
menerka jawab atas berita dari langit
silang-melintang
kutulis dengan jari di kaca jendela
jawaban-jawaban atas teka-teki itu
yakin, salah atau benar bukanlah soal
sebab Tuhan maha mengerti
Maha benar
Maha pengampun
Bojonegoro, Ramadhan malam ke-28/1443 H
MENITIP DI SINI
jujur saja
berat bagiku kisah tentangmu
berjumpalitan di dalam batok kepala
membikin malam-malamku rasa ditalu seribu palu
menggedor-gedor dinding-dinding buntu mencari pintu
pasal apa yang mengharuskan aku musti mengiba
semestinya api yang terbekam itu bukan untukku
ini sajakku
ini yang kesekian kali
sebagai pembuka pintu terakhir bagimu
jalan enyah dosa-dosa masa lalu yang tak kau akui
(sudilah pergi dari kamar benakku yang sesak
jika tidak, sumbu ledak di kepalaku pasti akan berontak)
ini malam akhir Ramadhan
semua sajak dan puisi sibuk menata ulang diksi-diksi
orang merenda kata-kata pengganti rindu wajah rembulan
dan sialnya, kau kunci aku di dalam ruang batin berdinding benci
(sebaiknya kutitipkan di sini
pernyataan maafku padamu
karena nanti atau esok hari
kita tak tahu apa nasib waktu)
Bojonegoro, akhir Ramadhan 1443 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar